Joker, film garapan sutradara Todd Phillips, adalah salah satu film psikologis paling kontroversial dan memikat yang dirilis pada tahun 2019. Diperankan dengan luar biasa oleh Joaquin Phoenix, film ini membawa penonton menyelami sisi gelap dari karakter ikonik DC Comics yang dikenal sebagai musuh utama Batman. Namun, tidak seperti film superhero lainnya, Joker bukan tentang pertarungan kebaikan versus kejahatan—melainkan sebuah eksplorasi menyakitkan tentang penderitaan, kesepian, dan kehancuran mental.
🧠 Sinopsis Cerita
Cerita berpusat pada Arthur Fleck, seorang pria kesepian yang tinggal di kota Gotham pada awal tahun 1980-an. Arthur bekerja sebagai badut panggilan dan bercita-cita menjadi komedian stand-up. Namun, hidupnya dipenuhi dengan kekerasan, penghinaan, dan tekanan mental yang luar biasa.
Menderita gangguan mental yang membuatnya tertawa secara tak terkendali, Arthur terus-menerus ditolak oleh masyarakat, bahkan oleh sistem kesehatan yang seharusnya menolongnya. Ketika serangkaian kejadian tragis menimpanya, Arthur perlahan berubah menjadi sosok mengerikan yang dikenal sebagai Joker, lambang kekacauan dan perlawanan terhadap ketidakadilan sosial.
🎬 Penampilan dan Akting Memukau
Joaquin Phoenix memberikan penampilan yang luar biasa dan mendalam sebagai Arthur Fleck. Transformasinya—baik fisik maupun emosional—begitu intens, hingga membuat penonton merasa tak nyaman, tetapi tak bisa berhenti menyaksikannya.
Berat badan Phoenix turun drastis untuk peran ini, dan ia berhasil menggambarkan Joker bukan hanya sebagai penjahat, tapi sebagai hasil dari lingkungan yang penuh tekanan dan pengabaian.
Aktingnya pun diganjar Academy Award (Oscar) sebagai Aktor Terbaik pada tahun 2020.
Baca Juga : Moving (2023): Drakor Supernatural yang Penuh Aksi dan Emosi
🎭 Tema dan Kritik Sosial
Joker mengangkat berbagai tema penting dan relevan:
-
Kesehatan mental: Film ini menunjukkan bagaimana kurangnya dukungan terhadap penderita gangguan mental dapat memicu kehancuran besar.
-
Kesenjangan sosial: Gotham digambarkan sebagai kota dengan ketimpangan ekonomi yang sangat tinggi, di mana yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terabaikan.
-
Kekerasan dan identitas: Perjalanan Arthur menjadi Joker menunjukkan bagaimana individu yang tertindas dapat berubah menjadi sosok yang menakutkan jika terus-menerus diabaikan.
Film ini juga mengkritik media, sistem pemerintahan, dan masyarakat yang gemar menghakimi tanpa memahami latar belakang seseorang.
🎵 Musik dan Visual
Soundtrack film yang digarap oleh Hildur Guðnadóttir turut memperkuat nuansa gelap dan menyayat hati dari film ini. Musik cello yang mencekam mengiringi transformasi Arthur menjadi Joker dengan penuh emosi.
Dari segi visual, film ini berhasil menangkap kesuraman kota Gotham melalui sinematografi yang kelam, dingin, dan penuh tekanan atmosferik.
Joker bukan film aksi, melainkan sebuah drama psikologis yang penuh makna. Dengan alur lambat namun menghantui, film ini mengajak penonton merenung tentang bagaimana masyarakat memperlakukan orang-orang yang terluka. Ini adalah potret kelam manusia yang kehilangan arah, dan hasil akhirnya adalah sosok yang mengerikan sekaligus tragis.